Senin, 17 Desember 2012

Dilema Feeder dan Angkutan Perbatasan



Menata transportasi Jakarta bukan hal yang mudah. Selain membutuhkan anggaran besar, juga perlu kreativitas tinggi. Pemprov DKI Jakarta berusaha mempermudah pelayanan warga dengan menghubungkan akses transportasi massal yang sudah ada yaitu bus transjakarta.
Di dalam kota, Dinas Perhubungan DKI Jakarta mengembangkan feeder (bus pengumpan) transjakarta di simpul padat penumpang. Bus pengumpan itu beroperasi di Rute 1 Sentra Primer Barat-Daan Mogot, Rute 2 Tanah Abang-Tugu Tani, dan Rute 3 SCBD-Senayan.
Namun sejak diresmikan pada 29 September 2011, operator feeder, PT Eka Sari Lorena Transport, mengaku rugi. Sejak awal November lalu, operator memutuskan menghentikan operasional 15 bus pengumpan di tiga rute itu. ”Jumlah penumpang cenderung turun, secara hitungan bisnis kami merugi,” tutur Direksi Eka Sari Lorena Transport Donny Andy Saragih kepada Kompas, akhir pekan lalu. 

Dinas Perhubungan selaku inisiator pengembangan feeder mengirim surat ke operator yang berisi permintaan untuk tetap beroperasi. Kepala Dinas Perhubungan DKI Udar Pristono menawarkan solusi agar operator tetap menjalankan feeder terutama di rute 1. Sementara untuk rute 2 jumlah armada bus dikurangi, dan di rute 3 sementara bisa dihentikan. 

Merespons surat itu, Sabtu (3/11), perwakilan Badan Layanan Umum Transjakarta, Dinas Perhubungan DKI, serta pihak Lorena, bertemu membicarakan persoalan tersebut. Mereka sepakat kembali mengoperasikan feeder terutama di rute 1. Selain itu, ketiga pihak setuju ada pengurangan tarif yang semula Rp 6.500 menjadi Rp 3.500 per penumpang. ”Hasil pertemuan kami, pada Senin (5/11) feeder di rute 1 tetap beroperasi melayani warga. Kami akan lakukan pembenahan untuk mencari solusi agar di rute yang lain tetap ramai,” kata Pristono, Minggu (4/11). 

Mirip dengan bus pengumpan, angkutan perbatasan terintegrasi bus transjakarta (APTB) juga menghadapi persoalan serupa. Angkutan ini dikembangkan melayani warga sekitar Jakarta sejak 28 Maret 2012 ketika dibuka jalur Bekasi-Pulogadung. Berikutnya berturut turut mengembangkan pola serupa di Poris Plawad-Kalideres pada 20 Juni, dan Ciputat-Kota 4 Oktober. 

Dua jalur APTB di Bekasi-Pulogadung dan Poris Plawad-Kalideres saat ini sepi penumpang. Persoalan berikutnya headway bus yang tidak jelas sehingga belum ada kepastian waktu. 

Berbeda dengan kedua jalur di atas, jalur Ciputat-Kota cenderung meningkat peminatnya. Data terakhir menyebut jumlah penumpang 1.010 penumpang per hari. Rinciannya, 526 penumpang ke arah Kota dan 484 penumpang ke arah Ciputat. Adapun jumlah bus yang melayani baru delapan unit.
Wahid Sukamto, Direktur PO Bianglala, pengelola bus APTB Transjakarta jalur Ciputat-Kota, mengatakan, penumpang di jalur itu terus bertambah sejak bus mulai dioperasikan beberapa waktu lalu. ”Kami tetap optimistis,” kata Sukamto. Menurut dia, angka pertumbuhan penumpang sudah lebih dari target awal yaitu sekitar 400 penumpang per bus per hari. 

Bus APTB jalur Ciputat-Kota masih jarang ditemui karena baru beroperasi 8 bus dari 15 bus yang direncanakan. Jarak kedatangan antarbus dari pantauan masih lebih dari satu setengah jam. Penumpang juga masih kesulitan menentukan jadwal kedatangan bus yang bertarif Rp 6.000 sekali jalan itu. Dia yakin apabila 15 bus sudah beroperasi dan penumpang semakin mengenal bus APTB, banyak penumpang tertarik menggunakannya. (NDY/RAY) 

Sumber:http://megapolitan.kompas.com/read/2012/11/05/05563842/Dilema.Feeder.dan.Angkutan.Perbatasan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar